Israel meningkatkan serangan ke Gaza dan Lebanon, sementara Netanyahu menegaskan operasi militer akan berlanjut di tengah gencatan senjata.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali memperlihatkan sikap garis kerasnya pada Minggu (23/11/2025). Ia menegaskan bahwa operasi militer terhadap Hamas di Gaza serta Hizbullah di Lebanon akan terus berlanjut, meski gencatan senjata rapuh yang berlaku sejak 10 Oktober masih menjadi landasan diplomasi internasional. Pernyataan itu memperkuat kekhawatiran bahwa Tel Aviv tak benar-benar berkomitmen pada penghentian kekerasan.
Dalam sepekan terakhir, wilayah Lebanon selatan kembali menjadi sasaran serangan udara Israel. Militer Israel mengklaim menargetkan peluncur roket dan fasilitas milik Hizbullah, namun rentetan serangan tersebut justru memperuncing ketegangan regional dan menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik lintas batas dapat meluas lebih jauh.
Sementara itu di Gaza, situasi kemanusiaan terus memburuk. Badan pertahanan sipil melaporkan sedikitnya 21 warga sipil tewas dan puluhan lainnya terluka akibat serangan udara Israel pada Sabtu. Di tengah puing-puing bangunan yang hancur dan evakuasi yang kacau, Israel dan Hamas saling menuduh telah melanggar gencatan senjata, membuat warga sipil kembali memikul beban terberat dari konflik yang tak kunjung reda.
“Kami memerangi teror di berbagai front,” tegas Netanyahu saat membuka rapat kabinetnya, seolah melegitimasi peningkatan serangan dalam beberapa hari terakhir. Ia menekankan bahwa Israel akan terus menggempur Lebanon untuk mencegah Hizbullah “bangkit kembali” serta melakukan hal serupa di Gaza.
Sabtu menjadi salah satu hari paling mematikan sejak gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat mulai berlaku. Israel mengklaim sejumlah “teroris bersenjata” menyeberang melewati garis kuning—garis pemisah yang ditarik Israel—dan menyerang pasukan mereka. Klaim itu kemudian digunakan sebagai dalih untuk meluncurkan serangan beruntun ke wilayah Gaza.
Netanyahu juga menuding Hamas berulang kali mencoba menembus garis kuning guna menyerang tentara Israel. “Kami menggagalkan upaya itu dan menuntut harga yang sangat mahal,” ujarnya, merujuk pada serangan intensif yang kembali menghantam kawasan padat penduduk.
Dalam pernyataan terpisah, Netanyahu membantah bahwa Israel membutuhkan persetujuan negara lain untuk melancarkan operasi militer. “Itu kebohongan. Israel membuat keputusan sendiri demi keamanan kami,” tegasnya. Sikap tersebut menuai kritik keras dari komunitas internasional yang menilai Israel semakin bertindak tanpa batas dan minim pengawasan.
Militer Israel bersama Shin Bet turut mengklaim telah menewaskan “kepala logistik Hamas”, Alaa Haddadeh, yang disebut mengoordinasikan pergerakan senjata untuk komandan lapangan. Namun, klaim itu belum bisa diverifikasi secara independen dan acap kali dianggap sebagai legitimasi untuk memperluas target serangan ke area sipil.
Di tengah meningkatnya eskalasi, desakan internasional untuk menghentikan operasi militer yang menelan korban sipil terus menggema. Namun hingga kini, serangan masih berlangsung, meninggalkan jejak kehancuran, trauma mendalam, dan krisis kemanusiaan yang makin sulit dipulihkan di Gaza.


