Asfinawati: Wajah Polri berubah di era Jokowi, wewenang meluas, dialog macet. Reformasi harus dimulai dari rekrutmen hingga pengawasan.
Depok, TanahAir.News - Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI) kembali menunjukkan perannya sebagai ruang akademik yang kritis dan responsif terhadap isu publik, melalui penyelenggaraan Seminar Nasional 2025 bertema Reformasi Polri. Forum ini menjadi titik temu berbagai sudut pandang terkait problematika struktural dan kultural yang terus membayangi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Acara yang berlangsung di lingkungan kampus FH UI ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, di antaranya:
- Prof. Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H. — Akademisi FH UI
- Irjen Pol (Purn) Drs. Arief Wicaksono Sudiotomo — Kompolnas
- Aulia Rizal, S.H., M.H. — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri
- Irjen Pol Dr. H. Andry Wibowo, S.I.K., M.H., M.Si. — Kepolisian RI
- Pak Rusin — Perwakilan keluarga korban represifitas aparat
- Asfinawati — Advokat HAM, eks Ketua YLBHI
Forum ini berlangsung konstruktif, menghadirkan analisis mendalam atas ketimpangan fungsi, penyalahgunaan kewenangan, hingga dampak politisasi Polri dalam dinamika demokrasi Indonesia.
Dalam pemaparannya, Asfinawati hadir sebagai advokat HAM dan menyampaikan kritik tajam terhadap perubahan wajah Polri di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Di era Presiden Jokowi, tidak ada polisi yang bisa diajak bicara langsung. Wajah kepolisian berubah, ini karena arahan kebijakan presiden,” ujarnya.
Ia menyoroti ketidaksinkronan antara amanat konstitusi dan perluasan kewenangan lewat undang-undang.
Menurutnya, Pasal 30 ayat (4) UUD NRI 1945 hanya mengatur fungsi Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri memperluas tugas pokok kepolisian, yang justru melahirkan tumpukan wewenang.
“Semakin banyak tugas, semakin besar wewenang. Ini masalah serius. Kita perlu fokuskan kembali apa fungsi Polri,” jelasnya.
Ia menegaskan reformasi Polri tidak bisa hanya bertumpu pada aspek pendidikan polisi. Struktur internal dan sistem yang membentuk perilaku institusi harus dibedah ulang.
Asfinawati merinci lima area krusial yang harus dibenahi:
- Rekrutmen
- Pendidikan
- Sistem kenaikan pangkat
- Sistem pemberian sanksi
- Pengawasan internal dan eksternal
“Wajah Polri mencerminkan wajah demokrasi Indonesia,” tutupnya—sebuah refleksi bahwa kondisi lembaga hukum adalah cermin kualitas negara.
Melalui forum ini, BEM FH UI menegaskan bahwa reformasi Polri bukan sekadar retorika, melainkan keharusan konstitusional demi mengembalikan hukum pada marwahnya: melindungi rakyat, bukan sebaliknya. TAN-DafaBaihaqi


